Jogjaone.com – Ancaman krisis pangan menjadi perhatian Jogja Kerja Kreatif (JogKer). Menyikapi persoalan tersebut JogKer menggalang elemen masyarakat untuk membentuk komunitas produktif di sektor pertanian. Mengusung agenda penataan sistem sosial dan ekonomi berbasis produksi kegotong-royongan.
JogKer memetakan, salah satu kesulitan sejumlah komunitas petani untuk tumbuh berkelanjutan adalah, terlalu bergantung pada program pemerintah. Kegiatannya bersifat top down berbasis bantuan pemerintah. Padahal komunitas masyarakat memiliki modal sosial untuk tumbuh mandiri, selama manajemennya berbasis produksi kegotong-royongan.
Melalui pertemuan dengan sejumlah elemen masyarakat dari tiga kecamatan di Kabupaten Sleman (Gamping, Minggir, dan Moyudan), Kamis malam, 14 Juni 2022, JogKer menginisiasi terbentuknya komunitas masyarakat bernama Perseduluran Kawula Alit Mataram. Komunitas yang nantinya akan didampingi oleh JogKer dengan peengembangan masyarakat berbasis produksi kegotong-royongan.
Prakarsa JogKer Yan Kurnia Kustanto hadir langsung memberikan arahan. Sekaligus menyampaikan komitemen bahwa JogKer akan memberikan pendapingan secara berkala dan berkelanjutan.
Arahan awal yang disampaikan JogKer, Perseduluran Kawula Alit Mataram didorong untuk mengkonsolidasi petani usia muda membuat Demontration Plot (Demplot) pertanian. Setelah terkonsolidasi mereka akan dibekali kegiatan sekolah lapang. Skema selanjutnya akan dibentuk alur distribusi hasil panen.
Program yang sama dan telah berjalan dibawah pendampingan JogKer berada di Kalurahan Sumberharjo Sleman. Kelompok petani muda bernama Sumber Taruna, masyarakat secara urunan menyewa lahan kas desa menjadi demplot. Bulan Agustus 2022 nanti akan memasuki tahap pendampingan sekolah lapang.
Kata Yan Kurnia Kustanto, sistem produksi dan kegiatan ekonomi harus berada dalam kontrol atau kepemilikan rakyat, dan kesejahteraan umum harus didahulukan dari kepentingan orang seorang. Agar masyarakat yang tidak punya lahan juga bisa bertani bersama-sama, tidak hanya menjadi buruh.
“Lemahnya kita itu kadang mikir perutnya sendiri-sendiri. Sistem sosial kegotong-royongan kita belum terbentuk solid di sektor produksi. Misalnya di pertanian, petani jalan perorangan ngelolah lahan. Sementara yang tidak punya lahan kebingungan cari kerja atau hanya jadi buruh yang punya lahan,” ungkap Yan Kurnia.
Menurut Yan Kurnia Kustanto, problem ketahanan pangan kita cukup rumit. Lahan semakin sempit, generasi mudanya tidak tertarik terjun ke pertanian. Kalau terpaksa ke pertanian itu pun hanya jadi buruh. Sementara ancaman negara-negara di dunia adalah krisis pangan. Agenda JogKer untuk membantu menemukan jalan keluar masalah tersebut.
Pertemuan yang diinisiasi JogKer ini merupakan agenda meneguhkan komunitas masyarakat berkembang produktif.
“Kita jangan hanya kehabisan umur untuk kumpul, kita harus produktif. Saya tidak mau mengajari, hanya ingin meneguhkan yang sudah ada, menentukan kemana arah visinya,” ungkap Yan Kurnia.
Harapanya, kata Yan Kurnia, Perseduluran Kawula Alit Mataram bisa menciptakan sistem sirkular dalam perekonomian berbasis produksi. Hasil panennya bisa membentuk siklus pasar domestik, daya supply panennya bisa dimulai untuk level kecamatan bertahap dan terukur dalam produksinya.
“Visinya harus jangka panjang, sekali lagi saya tekankan, perseduluran ini tidak hanya hidup karena ada program bantuan. Mau ada program bantuan atau tidak kita harus tetap jalan”, harap Yan Kurnia. (*)